
Jakarta –
Sebagai salah-satu perwakilan dari industri Inovasi Teknologi Sektor Jasa Keuangan (ITSK), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mendukung sarat implementasi Undang-Undang (UU) No. 4 Tahun 2023 ihwal Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Diketahui, UU ini sudah diberlakukan pemerintah sejak 12 Januari 2023 lalu.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto menyodorkan UU PPSK setidaknya menertibkan lima hal krusial bagi reformasi sektor keuangan. Adapun kelima hal tersebut yakni penguatan kelembagaan otoritas sektor dengan tetap memperhatikan independensi, penguatan manajemen dan keyakinan publik, mendorong sustainability pengumpulan dana masyarakat, donasi konsumen, serta mengembangkan literasi, inklusi, dan penemuan pada sektor keuangan.
“Tentunya kami di industri jasa keuangan sungguh mengapresiasi adanya undang-undang PPSK ini. Undang-undang ini sudah menertibkan secara lengkap mulai dari kelembagaan hingga tugas per masing-masing industri dalam ITSK. Dengan adanya PPSK ini menenteng spirit yang sungguh baik, dari sisi regulator dan otoritas baik BI maupun OJK hingga pelaku usaha, dalam melangkah menjadi lebih jelas, dari yang tadinya masih ada beberapa hal yang masih ‘abu-abu’, kini sudah ‘putih’,” ucap Solichin dalam keterangan tertulis, Senin (19/6/2023).
Baca juga: Ada UU PPSK, Apa Untungnya buat BPR? |
Hal tersebut ia sampaikan dalam acara ‘Sosialisasi UU PPSK bagi pelaku ITSK” pada Selasa (13/6) di BRILian Club, Jakarta. Lebih lanjut, Solichin juga menyaksikan adanya laba tersendiri bagi industri perbankan dan financial technology (fintech) dari penerapan UU PPSK ini. Pertama, diberlakukannya UU ini memiliki pengaruh pada adanya perlakuan yang serupa terhadap seluruh layanan ITSK, baik dalam peluang kerja sama, prosedur pengembangan produk, perizinan, dan lainnya, terang Solichin.
“Sehingga semua memperoleh understanding yang sama, serta playing field-nya sama, jadi tak perlu lagi ada dikotomi dan ada kecemburuan antara sesama pelaku industri,” imbuhnya.
Kedua, terdapat kepastian aturan (rule of law) terkait institusi penyedia ITSK dengan mengedepankan principle based. Sebagaimana terdapat kejelasan ruang lingkup seluruh penyelenggaraan ITSK, hukuman hukum, hingga bentuk hukum, terang Solichin. Ketiga,lanjut Solichin, terdapat pengaturan yang terang terkait prosedur penyediaan layanan ITSK. Terakhir atau keempat, terdapat pengaturan faktor administrasi risiko dan manajemen ITSK yang lebih baik serta melindungi konsumen.
Perlu diketahui, ekosistem layanan keuangan digital yang di antaranya diakomodasi oleh para pelaku jerih payah ITSK menjadi komponen penting dalam pemerataan kemakmuran penduduk Indonesia di kurun ini. Terbukti menurut statistik, nilai transaksi Uang Elektronik (UE) per Maret 2023 meraih Rp 34,1 triliun atau berkembang 11,39% year-on-year (yoy), sementara nilai transaksi digital banking pada periode yang serupa meraih Rp 4.944,1 triliun atau berkembang 9,88%.
Baca juga: UU PPSK di Mata Pengusaha Jasa Keuangan |
Namun di balik kemajuan versi bisnis, inovasi, serta ragam layanan keuangan digital, tingkat literasi keuangan digital penduduk Indonesia masih terbilang rendah. Alhasil masih terdapat kesenjangan di antara sektor keuangan baik dari sisi regulasi, pengawasan, legalitas, hingga pelayanan. Dengan beberapa permasalahan tersebut, pemerintah pun mengeluarkan UU PPSK.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada peluang yang serupa memastikan bahwa kehadiran UU ini ialah respons pemerintah terhadap kemajuan penemuan digital di sektor keuangan yang kian masif.
“Sektor digital teknologi kian menampilkan input yang sungguh besar di bidang keuangan. Ini menjadi fondasi dan peluang menghadapi the biggest challenge Indonesia Maju menjadi Indonesia Emas. Sebagaimana visi presiden untuk 2045, yakni ekonomi Indonesia meningkat dengan pesat. Banyak aturan yang tertinggal zaman dengan adanya teknologi,” pungkasnya.